Kamis, 03 November 2016

Tantangan Besar Manusia Indonesia Era Pascamodern


            Zaman berubah semakin cepat, senada dengan perkembangan pola pikir manusia yang berkembang dari zaman purba sampai sekarang. Dalam perjalanan waktu pola pikir manusia berkembang sesuai zamannya, hingga terkumpul pengetahuan-pengetahuan sebagai hasil bertanya, meneliti, dan mencermati penelitian orang lain. Hingga tak terasa tahun masehi telah memasuki masanya yang ke 2016,  ilmu pengetahuan telah menjadi dasar hidup manusia sehingga kebutuhan umat manusia terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak negara di dunia mengalami pertumbuhan pesat dalam berbagai aspek, mulai ekonomi, sosial, budaya, bahkan teknologi. Memang tidak bisa dipungkiri lagi kita sekarang sudah memasuki era pascamodern dengan masifnya perkembangan teknologi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Teknologi merupakan keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Memang sekarang teknologi  menjadi salah satu kebutuhan utama yang semakin banyak peminatnya. Terbukti inovasi sekarang sudah lazim ditemukan dimana-mana, baik dari warga biasa sampai akademisi. Teknologi berperan penting dalam memajukan zaman, dan hal tradisional pun perlahan mulai ditinggalkan. Kita lihat saja sekarang, dunia teknologi sudah merambah kepada semua orang dari anak muda, orang dewasa, bahkan anak-anak pun tidak ketinggalan ikut-ikutan menggunakan produk teknologi berupa smartphone mulai dari yang low-end sampai high-end.

            Fakta menunjukkan pada tahun 2016 Indonesia menempati posisi ke-6 dunia dalam urusan penggunaa smartphone dengan jumlah pengguna aktif mencapai 47 juta (Media Research Center). Maka jangan heran sekarang kebanyakan manusia Indonesia sekarang hanya terfokus terhadap gadget mereka tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Sebutan generasi nunduk disematkan yang mengacu pada sekelompok atau seorang individu yang selalu menundukkan kepala dan berlama-lama menatap layar smartphone. Ada 3 Indikasi seseorang telah benar-benar kecanduan gadget, pertama apatis, anti sosial, dan tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Kedua mereka mulai kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi. Dan yang ketiga smartphone benar-benar tidak bisa lepas dari tangan mereka, kemanapun dan kapanpun. Ungkapan “We live in the era of the smartphones and stupid people” memang tepat menggambarkan keadaan manusia Indonesia sekarang. Jika terus dibiarkan, maka tidak akan bisa bangsa ini maju. Karena dalam diri masyarakatnya masih terjajah oleh produk teknologi, karena itu kita belum merdeka sepenuhnya secara hakikat. Tentu juga dampak bagi moral manusia Indonesia juga cukup serius. Kepuasan yang tidak pernah tuntas akan memunculkan gaya hidup hedonisme. Dan apabila tidak terpenuhi, mereka cenderung melakukan hal apapun termasuk tindakan kriminal sebagai jalan akhir. Tentu saja perbuatan ini meresahkan bagi semua masyarakat. Akankah kita hanya duduk terdiam melihat kemajuan yang memundurkan ini?. Memang kita tidak bisa menghindar dari semua keadaan ini, mengingat kita juga sebenarnya membutuhkan smartphone untuk sekedar berkomunikasi dan multimedia. Hanya saja penggunaannya yang harus kita batasi, jangan sampai smartphone yang hanya sebesar telapak tangan orang dewasa mengusai penuh otak , kita harus melawan jangan sampai kalah!

            Selain teknologi, pendidikan sekarang juga sedang hangat untuk diperbincangkan. Mulai dari dasar sampai perguruan tinggi, dan juga para pengajar yang tak luput dari perbincangan. Banyak dari kita tidak menyadari bahwa sebenarnya pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dibawah negara-negara tetangga, seperti: Malaysia, Singapura, apalagi Australia. Tapi perlahan kini Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan, dengan menunjukkan prestasinya di dunia internasional dengan menjadi langganan juara dipelbagai event olimpiade yang diselenggarakan rutin setiap tahunnya. Sungguh membanggakan, namun apakah ada yang bisa berani menjamin mereka yang rela berkorban demi negara ini punya masa depan cerah? Tidak semua dari mereka memiliki kesempatan untuk mencicipi hal itu. Banyak dari mereka masih bersusah payah untuk sekedar mengisi perut apalagi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Terlihat miris, namun inilah yang sebenarnya terjadi di negeri kita tercinta.